Pada tulisan sebelumnya, penulis sudah memaparkan empat poin penting
dari seni kepemimpinan Steve Jobs di Apple. Kali ini, penulis akan
mencoba menyajikan lima poin tambahan. Penulis berharap, kesembilan poin
ini nantinya bisa menginspirasi pembaca semua supaya bisa menjadi Steve Jobs versi islam. Insyaallah. Amin. Monggo diaturi …
Detil itu penting, Jual mahal kalau memang “mahal” Berani unjuk gigi,
Dunia tidak perlu konsep, dan dunia butuh produk yang nyata! adalah
empat poin yang sudah penulis beberkan di tulisan sebelumnya. Dan kali
ini, berikut kelima poin lainnya. I hope you will love it …. as I do.
1. Pilihlah pegawai yang sebaik atau bahkan lebih baik ketimbang Anda
Suatu hari di tahun 1996, Steve pernah diwawancarai oleh reporter NPR, Terry Gross, terkait Apple corporate life style
(baca: nilai-nilai perusahaan Apple). Steve dengan gamblang menjelaskan
bahwa satu hal yang membedakan Apple dengan perusahaan besar lainnya
adalah pada cara Apple merekrut pegawai-pegawainya. Menurut Steve,
umumnya perusahaan besar merekrut pegawai yang nantinya bisa mereka
suruh-suruh (to tell them what to do), tapi di Apple malah
sebaliknya. Pegawai yang mereka rekrut adalah tipikal orang-orang yang
justru bisa memberi tahu apa yang seharusnya bisa dilakukan oleh Apple
ke depan (we hire people to tell us what to do).
Masuk akal bukan? Di masa sekarang ini, atau bahkan di masa lampau,
acap sekali kita temui tipikal pemimpin yang memilih pegawai yang dari
segi level skill justru berada di bawahnya. Kalau sudah begini, masa
depan perusahaan malah bisa suram.
Baca: Steve Jobs: ‘Computer Science Is A Liberal Art’
2. Apa itu visioner? Jangan lakukan riset pasar!
Menurut Steve Jobs, konsumen cenderung untuk menuntut produk-produk
baru yang bersifat “lebih”. Dalam artian, “lebih murah”, “lebih cepat”,
dan “lebih baik”. Kalau sudah begini, ruang untuk sebuah evolusi maupun
revolusi produk mungkin malah agak tertutup. Jadi alih-alih mendengarkan
konsumen secara membabi buta, Steve Jobs justru lebih menyukai jalan
lainnya, yaitu “bikin saja dulu produknya, biar nanti konsumen melihat
dan mencobanya. lalu perhatikan apa yang terjadi”.
Teknik ini adalah sesuatu yang masuk akal juga bukan? Bukankah ketika
dunia dikerumuni oleh para pengguna MS-DOS, pasar cenderung menuntut
sebuah OS (baca: sistem operasi) baru yang mungkin lebih baik ketimbang
MS-DOS, bisa berlari lebih cepat ketimbang MS-DOS, dan bahkan kalau bisa
dengan banderol harga yang lebih murah. Kalau saja Steve Jobs menuruti
kehendak pasar saat itu, mungkin Mac OS yang kita kenal sekarang
bukanlah Mac OS X dengan GUI (graphical user interfacae) yang fantastis,
yang datang dengan perangkat revolusioner seperti mouse yang saat itu
merupakan sesuatu yang benar-benar baru.
Diluncurkannya Mac dengan dukungan grafis mewahnya – untuk ukuran
saat itu – adalah sesuatu yang justru bertentangan dengan arus utama
rata-rata pengguna komputer saat itu. Mereka mungkin terkejut bahwa
sistem operasi yang lebih baik ketimbang MS-DOS ternyata tidak datang
sesuai dengan konsep yang ada di dalam alam pikiran mereka. Hehehe, “Mac
OS versi command line” …. yang benar saja.
3. Misterius itu bagus
Anda pernah tahu apa yang terjadi pada para penggemar Apple di
detik-detik menjelang peluncuran iPhone pada tahun 2007 lalu? Mereka
sangat-sangat penasaran. Mereka dibuat deg-degan atas apa yang nantinya
bakal dipresentasikan dan didemokan oleh Steve Jobs di atas panggung.
Mereka masih tidak habis pikir, apakah bisa sebuah perusahaan yang
sebelumnya hanya membuat komputer, laptop, dan pemutar musik bisa
membuat sebuah telepon genggam? Di saat dunia tampaknya sudah tidak
butuh telepon lagi mengingat ketatnya persaingan yang sudah terjadi di
antara vendor-vendor ponsel saat itu seperti Nokia, Samsung, RIM, Sony
Ericcson, Motorola, LG, dan sebagainya. Bisakah Apple sukses? Ataukah
jangan-jangan produk ini justru nantinya bisa membuat Apple bangkrut?
Bukankah membuat smartphone bukan keahlian Apple? Kenapa tidak? Mungkin
itulah yang diutarakan oleh Steve Jobs.
Dan itulah gunanya “misteri”. Untuk urusan menjaga kerahasiaan
produk, mungkin Apple adalah salah satu yang terbaik, kalau tidak boleh
dibilang terbaik. Betapa tidak? Seluruh karyawan Apple, mulai dari
CEO-nya sendiri sampai ke tingkat pegawai level menengah ke bawah secara
kompak menjaga kerahasiaan produk mereka yang belum diperkenalkan.
Betul bahwa biasanya ada bocoran informasi dari pihak internal Apple
kepada pihak luar, tetapi bocoran itu justru membuat pengguna dan
pecinta Apple tambah penasaran saja. Apa sebab? Karena yang dibocorkan
adalah informasi umum tentang produk itu, tapi tidak tentang
spesifikasinya, detil fiturnya, apa warnanya, dan sejenisnya. Jadi
ketika iPhone hendak diluncurkan, seluruh dunia tahu bahwa Apple nanti
akan meluncurkan sebuah telepon genggam, tapi mereka belum tahu kalau
ternyata telepon genggam itu adalah sesuatu yang bisa sekeren dan
serevolusioner iPhone.
4. Cukup satu atau dua warna saja
Steve bersama Apple-nya memang keren, ketika vendor-vendor lain sibuk
memikirkan warna apa yang cocok untuk produk mereka (merah, merah
kehitam-hitaman, pink, biru, biru muda, abu-abu, perak, hijau, dan
lainnya), mereka justru hanya menyediakan sedikit pilihan warna saja
untuk para penggunanya. Bila Anda perhatikan dengan seksama, umumnya
produk-produk Apple memang tidak memiliki banyak pilihan warna (kecuali
iPod). iPhone hanya dirilis dalam dua warna; hitam dan putih. Begitu
pula dengan iPad dan Macbook. Bahkan untuk iMac tampaknya Apple hanya
menyediakan satu warna saja, putih.
Dari sini kita bisa belajar bahwa terkadang memang sebaiknya kita
tidak usah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak
terlalu penting. Jadi alih-alih pusing dengan pilihan warna (yang
biasanya tidak terlalu sulit untuk dikerjakan dan diselesaikan), kenapa
kita tidak memikirkan hal-hal yang satu atau beberapa level lebih
penting ketimbang warna. Kualitas bahan misalnya. User experience
ataukah. Dan seterusnya. Dan seterusnya. Ada begitu banyak hal penting
yang harus Anda pikirkan terkait produk Anda. Warna memang salah
satunya, tapi jangan terlalu banyak memusingkan soalnya.
Ada pepatah yang bilang kalau pemuda yang paling menarik itu adalah
pemuda yang paling banyak misterinya. Hmm, saya kira kalau kata “pemuda”
itu diganti dengan “perusahaan”, saya rasa Apple-lah yang layak mengisi
tempat itu.
5. Tidak apa-apa kok jadi CEO yang plin-plan
Steve Jobs sendiri mencontohkannya. Pernah suatu kali, Steve
berargumen bahwa Apple tidak seharusnya mendorong tumbuh suburnya App
khusus (seperti yang saat ini tersedia dalam jumlah ratusan ribu di
Apple app store) yang akan menyebabkan berkurangnya frekuensi pengguna
mereka dalam menggunakan Safari, browser besutan Apple sendiri di
smartphone revolusioner mereka, iPhone. Di samping itu, Steve juga
cenderung sangat khawatir dengan app karena pengguna hampir pasti tidak
akan bisa mengontrol dengan baik apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan
oleh sebuah app terhadap data mereka.
Well, itu sih awalnya. Tapi dalam rentang waktu yang tidak lama
setelah peluncuran iPhone untuk pertama kalinya, Steve Jobs akhirnya
berubah. Pria yang sebelumnya lebih mendukung pemanfaatan Safari web
app, kini justru lebih memihak ke app khusus. Dan cerita selanjutnya
adalah sejarah manis untuk Apple. Dengan prinsip 70:30, Apple bisa ikut
menimba emas sebanyak 30% dari setiap penjualan app khusus di Apple App
Store yang dibuat oleh developer-developer independen dari seluruh
dunia. Bila Apple sendiri mengklaim bahwa mereka sudah membayar $US 2
miliar untuk developer iOS, itu berarti mereka setidaknya mengantongi
kurang lebih $US 800 juta (857.142.857). Wow, jumlah yang tidak buruk
untuk biaya operasional sekaligus ongkos beli bandwith dan server milik
Apple.
Bacaan lebih lanjut tentang kepemimpinan Apple bisa dijumpai di sini:
Guy Kawasaki: What I Learned From Steve Jobs (Google+)
Bila ada komentar, kritik, dan saran terhadap tulisan ini mohon
sudilah kiranya meninggalkan komentar. Senang rasanya bisa berbagi
dengan pembaca setia pengusaha muslim di mana saja. Semoga bermanfaat.
Amin.
Artikel www.PengusahaMuslim.com
No comments:
Post a Comment